Senin, 27 Juni 2011

SEJARAH PLATO

SEJARAH DAN TEMUAN PLATO

Plato merupakan filsuf Yunani yang menghasilkan banyak karya, ada yang berupa karya sendiri mau pun karya yang dibuatkan oleh para muridnya. Cita-cita Plato dahulunya ingin menjadi seorang politikus, tetapi dikarenakan kejadian bahwa Socrates mati dihukum minum racun, pupus sudah cita-citanya. Plato mengurungkan niatnya menjadi seorang politikus dikarenakan Socrates itulah yang merupakan gurunya selama 8 tahun (Hadiwijono, 38:2005).
Plato dilahirkan di Athena pada tahun 472 SM dan ia pun merupakan bangsawan. Ia keturunan bangsawan dikarenakan ayahnya yang bernama Ariston merupakan keturunan raja Athena dan raja Messenia, sedangkan ibunya juga mendukung kategori kebangsawanan Plato dikarenakan ibunya yang bernama Perictone memiliki hubungan baik dengan pembuat hukum yang juga seorang negarawan bernama Solon (Inet, 1b). Plato juga meninggal di kota yang sama ketika ia dilahirkan yaitu Athena pada tahun 347 SM (Delfgaauw, 19:1992).
Ajaran Plato dapat dikategorikan menjadi tiga besar yaitu: ajaran tentang ide, ajaran tentang pengenalan, dan ajaran tentang manusia. Ajaran-ajaran ini didapatkan dari buku-buku yang telah ditulisnya, serta buku berisi tentang dialog Plato yang disusun oleh orang lain atau bisa jadi oleh muridnya.
Tentang Ide dan Pengenalan
Plato sebelumnya telah memberi solusi terhadap persoalan tentang sesuatu yang berubah dan sesuatu yang tetap. Persoalan ini merupakan perlawanan pemikiran antara Herakleitos dan Parmenides. Plato memberi solusi dengan mengemukakan gagasan bahwa ada sesuatu yang tetap dan ada pula yang berubah. Dari sini Plato sekaligus menyetujui pendapat keduanya serta menambahkan pendapat Parmenides bahwa sesuatu yang tetap kekal tidak berubah itu adalah ide atau “idea”.

Menurut Plato ide merupakan sesuatu yang memimpin pemikiran manusia. Ide bukanlah hasil pemikiran subjektif, melainkan ide itu objektif. Ide lepas dari subjek yang berpikir. Meski pun tiap orang berbeda dengan orang yang lain, atau tidak ada orang yang persis sama meski pun ia anak kembar, tetap saja orang adalah manusia inilah idenya yang tak berubah itu. Adanya suatu pengamatan dan pengungkapan yang serba bervariasi dan berubah itu merupakan pengungkapan atas ide yang tidak berubah. Orang bisa mengamati satu benda yang sama tetapi masing-masing orang punya pendapat lain.
Plato memiliki pandangan lebih tentang hakikat atau esensi dari segala sesuatu dibandingkan dengan Socrates. Plato meneruskan pendapat Socrates bahwa hakikat segala sesuatu bukan hanya dapat diketahui melalui keumuman, melainkan hakikat dari segala sesuatu itu nyata dalam ide. Solusi pertentangan Herakleitos dan Parmenides, dikemukakan Plato dengan mengkategorikan dua macam dunia, yaitu dunia yang serba berubah, serba jamak, dan tiada hal yang sempurna, sifatnya inderawi. Lalu dunia ide, yang merupakan dunia tanpa perubahan, tanpa kejamakan dalam artian bahwa (yang baik hanya satu, yang adil hanya satu, dan sebagainya) dan bersifat kekal.
Ide-ide di dunia hadir dalam benda yang kongkrit, semisal ide manusia ada pada tiap manusia, ide kucing ada pada tiap kucing. Benda-benda tersebut juga mengambil peran dan berpartisipasi dengan ide-idenya. Misalnya ada kucing sakti, kucing kampung, kucing peliharaan. Dalam contoh tersebut terdapat ide kucing, ide sakti, ide kampung, ide peliharaan. Ide tersebut berfungsi sebagai contoh benda-benda yang kita amati di dunia ini (Hadiwijono, 41:2005).
Telah disinggung, bahwa di dalam dunia idea tiada kejamakan, dalam arti ini, bahwa “yang baik” hanya satu saja dan seterusnya, sehingga tiada bermacam-macam “yang baik”. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa dunia ide itu hanya terdiri dari satu ide saja, melainkan ada banyak ide. Oleh karena itu dilihat dari segi lain harus juga dikatakan bahwa ada kejamakan, ada bermacam-macam ide, ide manusia, binatang, dan lain-lainnya. Ide yang satu dihubungkan dengan ide yang lain, umpamanya seperti yang telah dikemukakan: ide bunga dikaitkan dengan ide bagus, ide api dihubungkan dengan ide panas, dan sebagainya. Hubungan antara ide-ide ini disebut koinonia (persekutuan). Di dalam dunia ide itu juga ada hierarki, umpamanya: ide anjing termasuk ide binatang menyusui, termasuk ide binatang, termasuk ide makhluk dan seterusnya. Segala ide itu jikalau disusun secara hierarkis memiliki ide “yang baik” sebagai puncaknya, yang menyinari segala ide.

Tentang Manusia
Menurut Plato ada dua hal yang utama dalam manusia yaitu jiwa dan tubuh, keduanya merupakan kenyataan yang harus dibedakan dan dipisahkan. Jiwa berada sendiri. Jiwa adalah sesuatu yang adikodrati, yang berasal dari dunia ide dan oleh karenanya bersifat kekal, tidak dapat mati (Hadiwijono, 43:2005). Tidak seperti Socrates yang menganggap bahwa jiwa merupakan satu asas tunggal, Plato memiliki pendapat bahwa jiwa memiliki tiga bagian yaitu: rasional yang dihubungkan dengan kebijaksanaan yang dapat mengendalikan kepada rasa yang lebih rendah seperti nafsu, kehendak yang dihubungkan dengan kegagahan, dan keinginan yang dihubungkan dengan nafsu (Delfgaauw, 25:1992).
Plato percaya bahwa jiwa itu dipenjarakan di dalam tubuh, oleh karena itu jiwa harus dilepaskan dengan cara berusaha mendapatkan pengetahuan untuk melihat ide-ide. Plato juga percaya bahwa ada pra-eksistensi jiwa dan jiwa itu tidak dapat mati. Dalam tubuh jiwa terbelenggu dan untuk melepas jiwa dari tubuh hanya sedikit orang yang berhasil (mencapai pengetahuan dan mengalami ide-ide). Sikap yang selalu terpikat pada ke-tubuh-an kongkrit inilah yang membuat sulit.
Ada sebuah mitos yang diuraikan oleh Plato sehingga dapat mudah memahami maksud Plato tentang jiwa dan tubuh. Manusia dilukiskan sebagai orang-orang tawanan yang berderet-deret dibelenggu di tengah-tengah sebuah gua, dengan muka mereka dihadapkan ke dinding gua, dan tubuh mereka membelakangi lubang masuk gua. Sementara di luar gua ada api unggun yang sinarnya sampai ke dalam gua dan di luar itu pula ada banyak orang yang lewat. Secara otomatis cahaya api unggun tadi membuat bayangan orang pada dinding gua, tentu saja para tawanan tadi melihat bayangan tadi. Para tawanan itu pun selama hidupnya hanya melihat bayangan, dan mereka menganggap bahwa itulah kenyataan hidup. Pada suatu hari seorang tawanan dilepaskan dan dibolehkan untuk melihat ke belakang ke luar gua. Akhirnya seorang tawanan itu tahu bahwa yang selama ini dilihat adalah bayangan belaka. Tawanan itu pun menyadari bahwa kenyataan yang baru saja dilihat ternyata jauh lebih indah dari pada bayangan. Lalu tawanan yang telah memiliki pengalaman dan menyadari bahwa kenyataan di luar lebih indah itu menceritakan kepada para tawanan lain. Tetapi reaksi mereka di luar dugaan, mereka tidak percaya dan membunuh tawanan yang bercerita.
Begitu sulitnya untuk lepas dari belenggu tubuh, oleh karena itu paling tidak menurut Plato, orang harus berusaha untuk memperoleh pengetahuan sebanyak-banyaknya tentang kenyataan dan ide-ide. Hal ini juga berarti Plato tidak menyuruh untuk lari dari dunia, tetapi hal yang sempurna tidak akan ada didapatkan di dunia ini. Oleh karenanya usaha untuk memperoleh hal yang terbaik di dunia manusia harus mendapat pendidikan. Pendidikan bukan hanya persoalan akal semata, tetapi juga memberi bimbingan kepada perasaan-perasaan yang lebih tinggi, supaya mengarahkan diri pada akal demi mengatur nafsu-nafsu.
Ciri-ciri Karya-karya Plato
• Bersifat Sokratik
Dalam Karya-karya yang ditulis pada masa mudanya, Plato selalu menampilkan kepribadian dan karangan Sokrates sebagai topik utama karangannya.
• Berbentuk dialog
Hampir semua karya Plato ditulis dalam nada dialog. Dalam Surat VII, Plato berpendapat bahwa pena dan tinta membekukan pemikiran sejati yang ditulis dalam huruf-huruf yang membisu Oleh karena itu, menurutnya, jika pemikiran itu perlu dituliskan, maka yang paling cocok adalah tulisan yang berbentuk dialog.


• Adanya mite-mite
Plato menggunakan mite-mite untuk menjelaskan ajarannya yang abstrak dan adiduniawi
Verhaak menggolongkan tulisan Plato ke dalam karya sastra bukan ke dalam karya ilmiah yang sistematis karena dua ciri yang terakhir, yakni dalam tulisannya terkandung mite-mite dan berbentuk dialog.

Menurut Plato pendidikan direncanakan dan diprogram menjadi empat tahap dengan tingkat usia:
1. Tahap yang pertama yaitu pendidikan anak-anak dari umur 10 tahun ke atas menjadi urusan negara supaya mereka terlepas dari pengaruh orang tuanya. Dasar yang utama bagi pendidikan anak-anak ialah gymnastic (senam) dan musik. Tetapi gymnastic didahulukan. Gymnastic menyehatkan badan dan pikiran. Pendidikan harus menghasilkan manusia yang berani yang diperlukan bagi calon penjaga. Disamping itu mereka diberikan pelajaran membaca, menulis dan berhitung.
2. Tahap yang kedua yaitu pendidikan anak-anak berumur 14-16 tahun, yaitu diajarkan musik dan puisi serta megarang bersajak. Musik menanamkan jiwa manusia perasaan yang halus, budi yang halus. Karena dengan musik jiwa kenal akan harmoni dan irama. Kedua-duanya adalah landasan yang baik untuk menghidupkan rasa keadilan. Tetapi dalam pendidikan musik harus dijauhkan dengan lagu-lagu yang melemahkan jiwa serta yang mudah menimbulkan nafsu buruk, begitu juga tentang puisi. Puisi yang merusak moral disingkirkan. Pendidikan musik dan gymnastic harus sama dan seimbang.
3. Tahap yang ketiga yaitu pendidikan anak-anak dari umur 16-18 tahun, anak-anak yang menjelang dewasa diberi pelajaran matematik untuk mendidik jalan pikirannya. Disamping itu diajarkan pula kepada mereka dasar-dasar agama dan adab sopan supaya dikalangan mereka tertanam rasa persatuan. Plato mengatakan bahwa suatu bangsa tidak akan kuat kalau ia tidak percaya Tuhan. Seni yang memurnikan jiwa dan perasaan tertuju kepada yang baik dan yang indah.
4. Tahap yang keempat yaitu masa pendidikan dari umur 18-20 tahun, pemuda mendapat pendidikan militer. Pada umur 20 tahun diadakan seleksi yang pertama. Murid-murid yang maju dalam ujian itu mendapat didikan ilmiah yang mendalam bentuk yang lebih teratur. Pendidikan otak jiwa dan badan sama beratnya. Setelah menerima pendidikan ini 10 tahun lamanya datanglah seleksi yang kedua yang syaratnya lebih berat dan caranya lebih teliti dari seleksi yang pertama. Yang gagal dapat diterima sebagai pegawai negeri. Yang diterima dan sedikit jumlahnya dapat meneruskan pelajarannya lima tahun lagi dan dididik dalam ilmu pengetahuan tentang adanya. Setelah tamat pelajaran itu, mereka dapat menyandang jabatan yang lebih tinggi. Kalau mereka setelah 15 tahun bekerja dan mencapai umur 50 tahun, mereka diterima masuk dalam lingkungan pemerintah atau filosof. Pengetahuan dan pengalaman mereka dalam teori dan praktek sudah dianggap cukup untuk melaksanakan tugas yang tertinggi dalam negara yaitu menegakkan keadilan berdasarkan idea kebaikan.

Analisis Kritis
Filsafat ilmu merupakan suatu analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu. Konsep ini relevan dengan fakta yang terdapat dalam artikel, bahwa ide yang satu dihubungkan dengan ide yang lain, umpamanya seperti yang telah dikemukakan: ide bunga dikaitkan dengan ide bagus, ide api dihubungkan dengan ide panas, dan sebagainya. Di dalam dunia ide itu juga ada hierarki, umpamanya: ide anjing termasuk ide binatang menyusui, termasuk ide binatang, termasuk ide makhluk dan seterusnya. Dalam hubungannya dengan isi artikel yang dianalisis, kebenaran-kebenaran berupa fakta, kenyataan, konfirmasi serta penyajian yang logik telah disampaikan penulis dengan berdasarkan prinsip-prinsip filsafat ilmu. Filsafat ilmu telah menjadi dasar untuk menjembatani penulis dalam menuangkan ide, pendapat, dan fakta sehingga isi artikel tersebut dapat dijadikan suatu kajian ilmu yang bermanfaat bagi pembaca.
Hasil pemikiran Plato yang berkaitan dengan pendidikan sudah dimulai sejak tahun 377 SM, Plato sudah membagi program pendidikan menjadi 4 tahap Yaitu pendidikan anak-anak berumur 14-16 tahun, pendidikan anak-anak berumur 14-16 tahun, pendidikan anak-anak dari umur 16-18 tahun dan masa pendidikan dari umur 18-20 tahun. Dalam hal ini Plato sudah memahami mendidik seorang anak harus berdasarkan tingkat kognitifnya. Plato juga sudah berpikir bagaimana cara mendidik anak pada aspek kognitif /sikap dan berperilaku. Plato mengatakan bahwa suatu bangsa tidak akan kuat kalau ia tidak percaya Tuhan. Seni yang memurnikan jiwa dan perasaan tertuju kepada yang baik dan yang indah.
Sekitar tahun 387 SM dia kembali ke Athena, mendirikan perguruan di sana, sebuah akademi yang berjalan lebih dari 900 tahun. Plato menghabiskan sisa umurnya yang empat puluh tahun di Athena, mengajar dan menulis ihwal filsafat. Muridnya yang masyhur, Aristoteles, yang jadi murid akademi di umur tujuh belas tahun sedangkan Plato waktu itu sudah menginjak umur enam puluh tahun. Plato tutup mata pada usia tujuh puluh.
Menurut Plato ada dua macam budi yaitu : Pertama budi filosofi yang timbul dari pengetahuan dengan pengertian. Kedua budi biasa yang terbawa oleh kebiasaan orang banyak. Sikap hidup yang dipakai tidak terbit dari keyakinan diri sendiri melainkan disesuaikan kepada moral orang banyak dalam hidup sehari-hari. Negara menurut Plato adalah manusia dalam ukuran besar. Jadi seorang tidak dapat mengharapkan negar menjadi baik apabila ada beberapa orang kelakuannya tidak bertambah baik. Plato membagi penduduk dalam tiga golongan; golongan bawah, golongan tengah, dan golongan atas.
Buah tangan Plato atau tulisan Plato hampir rata-rata berbentuk dialog. Jumlahnya tidak kurang dari 34 buah. Belum dihitung lagi tulisan-tulisannya yang berupa surat dan puisi. Yang sulit ialah menentukan waktu dikarangnya. Semuanya ditulis dalam masa lebih dari setengah abad.

Daftar Pustaka
• Delfgaauw, Bernard. Sejarah Ringkas Filsafat Barat. Penerjemah: Soejono
• Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat I. Penerbit Kanisius: Yogyakarta. 2005
• http://aprillins.com/2009/267/filsafat-plato-ide-pengenalan-jiwa-dan-raga/
diundu 16 juni 2011. 16.17
• http://en.wikipedia.org/wiki/Plato, Plato. Diakses: 22 Maret 2009
• Soemargono. PT Tiara Wacana Yogya: Yogyakarta. 1992. 
SEJARAH DAN TEMUAN PLATO








TUGAS INDIVIDU

Membuat Artikel
Mata Kuliah Filsafat Pendidikan


Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Drs. Khairinal, BA, M.Si









OLEH :
Sutrisno






PROGRAM STUDI
MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN ( MTP )
PASCASARJANA UNIVERSITAS JAMBI
JUNI, 2011

Kamis, 16 Juni 2011

MODEL PENELITIAN YURISPRUDENSIAL

MODEL PENELITIAN YURISPRUDENSIAL


I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keberagaman dalam masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, agama dan budaya menuntut setiap anggota masyarakat untuk hidup berdampingan dan saling menghargai keberbedaan baik dalam masalah yang berhubungan dengan intelektual maupun emosional. Perbedaan pandangan dalam anggota masyarakat terhadap sebuah isu yang berkembang dipengaruhi antara lain oleh pendidikan, cara berpikir, budaya dan kepentingan masing-masing individu. Perbedaan ini harus disikapi dengan baik oleh masing-masing anggota masyarakat tanpa harus memaksakan sikapnya kepada orang lain.
Didalam mayarakat yang demokratis terdapat beragam posisi dengan menghargai isu dan kelompok yang mendukung posisi tersebut sehingga dituntut untuk bernegosiasi. Sebuah kemajemukan merupakan hal penting dalam sebuah masyarakat bebas dan berimplikasi pada perbedaan dalam masyarakat dan sub-sub masyarakat yang salaing menghargai satu dengan lain dan memperbesar komunikasi diantara mereka. Komunikasi yang baik dapat terjalin antara anggota masyarakat, jika anggota masyarakat mampu mengambil sikap disertai argumentasi yang rasional dan logis sehingga mampu mempertahankan konsistensi sikap yang diambil.

1.2. Rumusan Masalah
Siswa sebagai anggota masyarakat dituntut mempunyai kemampuan untuk menghargai perbedaan pandangan dan sikap pada sebuah isu yang berkembang dalam masyarakat. Untuk kepentingan tersebut diperlukan sebuah model pembelajaran dalam kelas untuk mendidik dan melatih siswa untuk mempertahankan sikap dengan argumentasi yang cukup sehingga konsisten dalam mempertahankan pendapat dan sikap tersebut. Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana diskripsi model pembelajaran Penelitian Yurisprudensial, aplikasi model Penelitian Yurisprudensial, analisis kritis penerapan dan kelebihan serta kekurangan model Penelitian Yurisprudensial dalam pembelajaran.

1.3. Tujuan Penulisan
1. Memahami diskipsi model Penelitian Yuriprudensial melalui sintakmatik, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dampak instrusional dan dampak pengiring.
2. Mengaplikasikan model Penelitian Yurisprudensial dalam pembelajaran
3. Menganalisis kritis model Penelitian Yurisprudensial


II. PEMBAHASAN
2.1. Model Penelitian Yurisprudensial
Model Penelitian Yurisprudensial dipelopori oleh Donal Oliver dan James P. Shaver dari Harvard yang didasari pada pemahaman bahwa setiap orang berbeda pandangan dan prioritas satu sama lain dengan nilai sosial saling berhadapan. Untuk memecahkan masalah yang ditimbulkan oleh perbedaan pandangan masyarakat, setiap anggota masyarakat dituntut untuk mampu berbicara dan bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan.
Pendidikan harus mampu menghasilkan individu yang mampu mengatasi konflik perbedaan dalam berbagai hal. Model pembelajaran ini membantu siswa untuk belajar berpikir sistematis tentang isu-isu sosial membantu siswa berpartisipasi dalam mendefinisikan ulang nilai-nilai sosial tersebut, sehingga siswa peka terhadap permasalahan sosial, berani mengambil sikap, mempertahankan sikap tersebut dengan argumentasi yang relevan dan valid. Siswa juga dituntut bisa menerima atau menghargai sikap orang lain yang mungkin berbeda dan bertentangan dengan sikapnya.
Sebelum mengambil sikap siswa harus mempunyai pengetahuan dibidang sejarah, sosiologi, ekonomi dan politik. Sehingga bidang kajian yang tepat untuk model pembelajaran Penelitian Yurisprudensial adalah konflik rasial, etnis, ideologi, keagamaan, keamanan, konflik antar golongan, ekonomi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dan keamanan nasional.

2.2. Sintakmatik
Model Penelitian Yurisprudensial memiliki enam tahap dalam pembelajaran (Joyce dan Weil, 1986) yaitu:
1. Pengenalan terhadap kasus
a. Guru memperkenalkan kasus kepada siswa atau isu terbaru dengan bercerita, memutar film atau menggambarkan kejadian hangat yang terjadi dalam masyarakat.
b. Guru mengkaji ulang data yang menggambarkan kasus.
2. Mengidentifikasi kasus
Siswa memsisntesis fakta kedalam isu yang dihadapi, mengaitkan dengan isu umum dan mengidentifikasi nilai-nilai yang terlibat.
3. Menetapkan posisi
Siswa diminta untuk mengambil posisi mengenai isu tersebut dan menyatakan sikap menerima atau menolak.
4. Mengeksplorasi contoh dan argumentasi terhadap sikap
Siswa diminta menggali lebih dalam sikapnya dengan meneksplorasi contoh dengan memberikan argumen logis dan rasional. Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan konfrontatif kepada siswa tentang sikapnya. Siswa diuji konsistensi sikapnya dengan mempertahankan sikap dengan argumennya.
5. Menguji posisi
Jika argumen kuat, logis dan rasional maka siswa akan mempertahankan sikapnya (konsisten) dan posisi siswa dapat berubah (inkonsisten) jika argumen tidak kuat.
6. Menguju asumsi
Guru mendiskusikan apakah argumentasi yang digunakan untuk mendukung sikap relevan atau valid.



2.3. Sistem Sosial
Kerangka kerja Yurisprudensial dibangun dengan asumsi akan ada dialog hangat, membuat situasi kurang dan lebih demokratis dengan pandangan kritis masing-masing dan pemikiran yang setara dan juga subjek sama-sama teliti. Iklim sosial akan terjadi untuk analisis kritis terhadap nilai yang hanya mungkin terbuka. Disinilah peran guru untuk menekankan jalannya dialog dengan enam operasional yang memeinkan peran memimpin dan bertanggungjawab menjadikan debat solid dan isu dieksplorasi secara baik.


MODEL PENELITIAN YURISPRUDENSIAL

KEGIATAN GURU LANGKAH POKOK KEGIATAN SISWA

- Perkenalkan Bahan
- Review data yang


- Ciptakan suasana yang menantang


- Ajukan pertanyaan nilai




- Minta contoh dan alasannya



- Minta satu pilihan nilai



- Ajukan variasi pelacakan
























- Temukan dan pilih suatu kasus


- Kaitkan fakta dengan
- Kasus Rumuskan satu
- Identifikasi konflik nilai

- Jajaki berbagai posisi nilai
- Antisipasi konsekuensi setiap posisi


- Cari satu posisi yg mendukung posisi yg dipilih
- Beri argumen atas pilihan nilai

- Nyatakan satu posisi nilai
- Beri penilaian atas posisi tersebut

- Kajian kesahihan posisi Nilai yang dipilih


2.4. Prinsip Reaksi
Guru menjamin iklim intelektual dalam diskusi sehingga semua pandangan yang diungkapkan siswa dihormati oleh siswa lain. Guru memelihara kekuatan intelektual dalam debat secara kontinu yang menekankan pada enam langkah kerangka Yurisprudensial.

2.5. Sistem Pendukung
Dua jenis pendukung diperlukan dalam model pembelajaran Yurisprudensial. Guru meminta siswa untuk mengidentifikasi informasi yang difokuskan pada situasi masalah. Akses lain mengkondisikan siswa belajar nilai dan memiliki identifikasi etika dan posisi hukum yang dapat dibawa untuk mendukung dalam diskusi.

2.6. Dampak Instruksional dan Pengiring
Model pembelajaran Yurisprudensial dirancang untuk mengajarkan secara langsung, Komitmen terhadap peranan orang lain dan kemampuan untuk berdialog. Secara tidak langsung mempunyai kemampuan menganalisis isu-isu sosial, menghargai pluralisme, memahami fakta-fakta masalah sosial dan kemampuan berpartisipasi dan kesediaan melakukan tindakan sosial.
Untuk lebih jelasnya dampak instruksional dan pengiring dapat dilihat pada diagram berikut:



















Ket :
Dampak instruksional

Dampak pengiring


3. ANALISIS KRITIS
Model Penelitian Yurisprudensial (lihat lampiran) menuntut guru agar kreatif dan inovatif terhadap isu yang berkembang dalam masyarakat dan mengaitkannya kedalam proses belajar. Seseorang guru harus menggali wawasan yang cukup dan mengambil posisi terlebih dahulu dengan argumentasi yang cukup. Pada saat dikelas dia akan mudah memberikan pertanyaan konfrontatif begitu posisi siswa telah ditetapkan.
Seorang guru seharusnya mempersiapkan pertanyaan konfrotatif sesuai dengan isu yang akan didialogkan dalam kelas sehingga dialog terjadi secara alami dan tidak terkesan kaku. Strategi belajar ini menuntut dialog interaktif antara guru dengan siswa untuk mengeksplorasi ranah publik yang kontroversial sehingga dimungkinkan terjadi dialog hangat yang bisa mengarah ke debat kusir. Disinilah peran guru dituntut untuk mengembangkan iklim intelektual dalam debat.
Untuk mengubah model pembelajaran dari ceramah yang tidak menuntut keaktifan siswa ke model Yurisprudensial yang menuntut siswa aktif, akan menyulitkan guru pada awalnya karena tidak biasa dalam menyusun persiapan dan tindakan di kelas. Siswa juga sulit mengutarakan pendapat pada awalnya, dan akan menjadi kebiasaan berpendapat jika diterapkan setiap kali berkembang isu hangat didalam proses belajar.

Kelebihan model
1. Memotivasi siswa untuk aktif menganalisis sebuah kasus sehingga tidak mudah menentukan sikap dan menyimpulkan tanpa dasar.
2. Memotivasi siswa untuk berdebat secara aktif dan memberi argumen logis dan rasional, sehingga meningkatkan kemampuan verbal siswa.
3. Mengembangkan keterbukaan dan menghargai perbedaan pendapat.
4. Mengembangkan pengetahuan dan wawasan siswa tentang sebuah kasus.
5. Banyak isu sosial yang berkembang dalam masyarakat sehingga model ini mudah diterapkan untuk setiap kompetensi dasar.

Kelemahan model
1. Membutuhkan implementasi yang cukup lama karena perubahan metode pembelajaran sebelumnya yang tidak menuntut keaktifan siswa.
2. Sulit untuk mengarahkan argumentasi siswa pada awalnya karena tidak semua siswa mempunyai pengetahuan yang cukup sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi debat kusir.


III.PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Karakteristik Model Penelitian Yurisprudensial adalah memiliki sintakmatik, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung dan dampak intruksional dan pengiring.
2. Dibutuhkan wawasan dan pengetahuan yang cukup untuk menganalisis isu baik oleh guru maupun siswa.
3. Dibutuhkan kreatifitas guru dalam membuat perencanaan dan tindakan dalam kelas
4. Model Penelitian Yurisprudensial memotivasi siswa untuk aktif, berani berdialog, berpendapat, bersikap, menganalisis sikap, berargumentasi dan menghargai perbedaan pendapat.

B. SARAN
1. Agar setiap kompetensi dasar dalam ilmu-ilmu sosial selalu mengimplementasikan isu-isu terkini kedalam pembelajaran di kelas.
2. Agar guru menggunakan model belajar Penelitian Yurisprudensial yang dipadukan dengan model lain dalam menganalisis isu dalam masyarakat dan meninggalkan model ceramah, agar lebih efektif dalam mencapai tujuan belajar.


DAFTAR PUSTAKA

Joyce, B. Dan Weil, M. 1972. Models of Teaching. New Jersey: Prentice-Hal. Inc.

Winataputra, U.S. 2001. Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.

Uno, H.B. 2008. Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Http://hbis.wordpress.com/2010/05/29/ Model-model pembelajaran Penelitian Jurisprudensial.

Soekamto, T. dan Winataputra, U.S. 1996. Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran. PAU-PAAI. Jakarta: Universitas Terbuka.






























Lampiran 1: Aplikasi model Penelitian Yurisprudensial

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Mata Diklat : Pendidikan Kewarganegaraan
Kelas/ Semester : X / 1
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit
Standar Kompetensi : Menampilkan Sikap Positif Terhadap Sistem Hukum dan Peradilan Nasional
Kompetensi Dasar : Menunjukkan sikap yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku
Indikator : Menganalisis macam-macam sanksi sesuai hukum yang berlaku

I. Tujuan Pembelajaran
- Siswa menganalisis macam-macam perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan sanksinya dengan tepat setelah diberi contoh dan penjelasan
- Siswa mengambil sikap dalam pro-kontra anggota masyarakat terhadap hukuman mati yang diberikan oleh pengadilan dengan baik setelah berdiskusi.

II. Materi Ajar
• Sikap yang sesuai dengan hukum
• Perbuatan-perbuatan yang sesuai dan yang bertentangan dengan hukum
• Contoh perbuatan yang melanggar hukum beserta sanksinya.

III. Model Pembelajaran
• Penelitian Yurisprudensial

IV. Model Pembelajaran
• Diskusi/ debat

A. Pertemuan Pertama
• Kegiatan Awal
- Mengecek kehadiran siswa
- Mengkondisikan kelas
- Menjelaskan tujuan pembelajaran dan lingkup materi yang akan dipelajari
- Pre test
- Memberikan apersepsi berupa berita ekskusi Trio Bomber Bali yaitu Amrozi, Imam Samudra dan Muklis telah dieksekusi pada pukul 12.13 WIB dengan cara ditembak oleh regu tembak Brimob Kabupaten Cilacap.
• Kegiatan Inti
1. Guru memperkenalkan kasus bom Bali dengan mengingatkan kembali memori siswa melalui ledakan bom Bali dan akibatnya.
2. Guru mengkaji ulang fakta-fakta serta menunjukkan guntingan-guntingan artikel koran tentang bom Bali, koran Bom Bali, pelaku, alasan pengeboman, komentar korban, komentar keluarga korban, komentar dunia internasional, proses penangkapan hingga keputusan mati oleh pengadilan, serta berita pro-kontra tentang keputusan pengadilan oleh masyarakat, negarawan, tokoh masyarakat dan tokoh agama.
3. Siswa diminta mensintesis fakta tentang bom Bali, pelaku bom, dan hukuman mati pelaku bom serta mengaitkan dengan nilai-nilai jihad dalam Agama Islam dan perampasan hak hidup atas terpidana mati. Guru memberikan pertanyaan yang konfrontatif atau menantang.
4. Siswa diminta untuk mengambil posisi mengenai hukuman mati yang diberikan kepada trio bomber Bali dan menyatakan sikap menerima atau menolak. Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan konfrontatif terhadap posisi siswa.
5. Siswa diminta mengeksplorasi contoh dan argumentasi yang logis dan rasional terhadap sikap menolak atau menerima hukuman mati terhadap trio bomber Bali maupun kepada penerima hukuman mati lain. Guru memberikan pertanyaan yang konfrontatif kepada sikap siswa untuk menguji konsistensi sikapnya.
6. Siswa tetap mempertahankan untuk mendukung atau menolak hukuman mati terhadap terpidana mati bom Bali (konsisten) atau akan berubah sikap (inkonsisten) jika argumen tidak kuat yang diberikan pada tahap keempat.
7. Guru memberikan pertanyaan yang menantang untuk melihat relevansi argumentasi yang digunakan untuk mendukung sikap mendukung atau menolak hukuman mati terhadap terpidana mati bom Bali.

• Kegiatan Akhir
- Siswa diminta merangkum semua hal yang berkaitan dengan Pelajaran
- Guru menyimpulkan materi dan kegiatan pelajaran
- Guru memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah
- Pos test

V. Alat dan Sumber Pembelajaran
• Sumber :
- UUD 1945
- KUHP
- Modul
- Buku paket yang sesuai
• Bahan :
- CD Film
- Kliping berita
• Alat :
- Laptop
- LCD

VI. Hasil Penilaian
a. Teknik: tertulis
b. Bentuk instrumen : Essay
c. Instrumen: apakah hukuman mati melanggar HAM?
Mengetahui, Muaro Jambi, ...............................
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran



....................... .................................
NIP. NIP.